Tugas 3.
Penggunaan perangkat Hi-Tech memungkinkan
seseorang melakukan perbuatan yang bebas tanpa ada aturan atau batasan dalam
ber-etika saat penggunaan Hi-Tech. Mereka menganggap kebebasan dalam dunia maya
tidak berdampak apapun terhadap diri mereka, sesungguhnya pelanggaran etika
dalam dunia Hi-tech dapat pula berkaitan dengan sangs hukum. Tanpa disadari
bahwa apa yang dilakukan telah mengganggu pihak lain. Seperti telah dijelaskan
mengenai etika penggunaan teknologi Hi-Tech dalam artikel sebelumnya, Berikut
ini merupakan sangsi yang dapat diberikan kepada seorang yang meakukan
pelanggaran etika di dunia Hi-tech :
1. Pelanggaran
yang terkait dengan pencemaran nama baik, berupa penghinaan, atau ejekan yang
sering kita lakukan dalam sms, status fecebook, chating, dll. Beikut ini pasal
yang terkait dalam pelanggaran tersebut :
Pasal 27 ayat (3) UU ITE
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik”
Pasal 310 ayat (1) KUHP
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau
nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya
hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja
menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik
seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat dengan
Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda
maksimum 1 milyar rupiah.
Pasal 45 UU ITE
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait
dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih
berat lagi, perhatikan pasal 36 UU ITE.
Pasal 36 UU ITE
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27
sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”.
Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan
informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara
maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam
Pasal 51 ayat 2)
Pasal 51 ayat (2) UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah).
2. Pelanggaran yang terkait etika penggunaan
Hi-Tech berupa mengganggu ketenangan orang lain. Dapat berupa teguran dan
sangsi sosial yang lain yang dapat membuat jera atau bahkan pidana.
3. Menggunakan perangkat Hi-tech seperti
Hendphone untuk sms danmenelepon dalam berkendara merupakan pelanggaran dalam
etika penggunaan Hi-Tech karna dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Berikut sanggi dalam hal tersebut :
pasal 310 UU 22/2009. Pasal ini khusus
sanksi bagi pengemudi yang lalai.
(1) Berkendara lalai yang mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang pidana
penjara paling lama enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp 1 juta.
(2) Berkendara lalai yang mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan
dan/atau barang dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 2 juta.
(3) Berkendara lalai yang mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 10 juta.
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan
pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta.
pasal 311 yang mencakup:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan
Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau
barang dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling
banyak Rp 3 juta.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan
dan/atau barang dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak
Rp 4 juta.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan
kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana penjara paling lama empat tahun
atau denda paling banyak Rp 8 juta.
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat dipidana
penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 20 juta.
(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang
diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk
didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Di berbagai
literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut pandang:
·
Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi
Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit,
Penipuan Lewat Email (Fraud), Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account
Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb.
·
Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi
Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus
Komputer, Pembobolan/Pembajakan Situs, Cyberwar, Denial of Service (DOS),
Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.
Cybercrime menjadi isu yang menarik dan kadang
menyulitkan karena:
·
Kegiatan dunia cyber tidak dibatasi oleh
teritorial Negara
·
Kegiatan dunia cyber relatif tidak berwujud
·
Sulitnya pembuktian karena data elektronik
relatif mudah untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh
belahan dunia dalam hitungan detik
·
Pelanggaran hak cipta dimungkinkan secara
teknologi
·
Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum
konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum
konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang
bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian
dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dsb
MUATAN UU ITE
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti
lainnya yang diatur dalam KUHP
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
·
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan,
Pemerasan)
·
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita
Kebencian dan Permusuhan)
·
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
·
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin,
Cracking)
·
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan
Informasi)
·
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka
Informasi Rahasia)
·
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja
(DOS?))
·
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen
Otentik(phising?))
PASAL KRUSIAL
Pasal yang boleh disebut krusial dan sering
dikritik adalah Pasal 27-29, wa bil khusus Pasal 27 pasal 3 tentang muatan
pencemaran nama baik. Terlihat jelas bahwa Pasal tentang penghinaan,
pencemaran, berita kebencian, permusuhan, ancaman dan menakut-nakuti ini cukup
mendominasi di daftar perbuatan yang dilarang menurut UU ITE. Bahkan sampai
melewatkan masalah spamming, yang sebenarnya termasuk masalah vital dan sangat
mengganggu di transaksi elektronik. Pasal 27 ayat 3 ini yang juga dipermasalahkan
juga oleh Dewan Pers bahkan mengajukan judicial review ke mahkamah konstitusi.
Perlu dicatat bahwa sebagian pasal karet (pencemaran, penyebaran kebencian,
penghinaan, dsb) di KUHP sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.
sumber :
0 komentar:
Posting Komentar